Upacara Balimau Kasai
Kabupaten Kampar - Riau - Indonesia
A.
Selayang Pandang
Balimau Kasai adalah sebuah upacara tradisional yang
istimewa bagi masyarakat Kampar di Propinsi Riau untuk menyambut bulan suci
Ramadhan. Acara ini biasanya dilaksanakan sehari menjelang masuknya bulan
puasa. Upacara tradisional ini selain sebagai ungkapan rasa syukur dan
kegembiraan memasuki bulan puasa, juga merupakan simbol penyucian dan
pembersihan diri. Balimau sendiri bermakna mandi dengan menggunakan air
yang dicampur jeruk yang oleh masyarakat setempat disebut limau. Jeruk
yang biasa digunakan adalah jeruk purut, jeruk nipis, dan jeruk kapas.
Sedangkan kasai adalah wangi-wangian yang dipakai saat berkeramas. Bagi
masyarakat Kampar, pengharum rambut ini (kasai) dipercayai dapat
mengusir segala macam rasa dengki yang ada dalam kepala, sebelum memasuki bulan
puasa.
Sebenarnya upacara bersih diri atau mandi menjelang
masuk bulan Ramadhan tidak hanya dimiliki masyarakat Kampar saja. Kalau di
Kampar upacara ini sering dikenal dengan nama Balimau Kasai, maka di Kota
Pelalawan lebih dikenal dengan nama Balimau Kasai Potang Mamogang. Di Sumatra
Barat juga dikenal istilah yang hampir mirip, yakni Mandi Balimau. Khusus untuk
Kota Pelalawan, tambahan kata potang mamogong mempunyai arti menjelang
petang karena menunjuk waktu pelaksanaan acara tersebut.
Kegiatan ini sering di lakukan di Sungai Kampar dan
biasanya itu paling banyak di lakukan di desa Batu Belah dan desa Limau Manis,
sebelum mereka melakukan kegiatan ini biasanya mereka melakukan
perayaan-perayaan anak-anak dan remaja bahkan orang tua-tua pun juga
ikut-ikutan merayakan seperti memanjat batang pinang, tarik tambang dan lain
sebagainya dan ada pula yang tidak mengikuti perayaan tersebut, mereka lansung
saja mandi balimau bakasai.
Dan biasanya ketika di lakukannya balimau bakasai mereka juga membuat acara
khusus yang mengundang pemangku adat dan pemimpin masayrakat lainya seperti
Bupati Kampar dan Gubernur Riau.
Balimau kasai ini bukan saja diramaikan oleh masyarakat kampar dan sekitarnya
bahkan ada juga mereka yang datang kesini hanya untuk mandi balimau kasai ada
yang datang dari luar daerah kabupaten kampar seperti seperti teluk kuantan,
pekan baru dan ada pula yang datang dari sumatra barat yang kebetulan pulang ke
kampung halamannya di kabupaten kampar ini
Sebenarnya kegiatan ini ada juga kesalahan dalam melakukan kegiatan ini di
antaranya banyaknya muda mudi yang menggunakan kegiatan ini untuk berpacaran,
dan ada juga untuk berpesta minuman keras padahal menurut adat balimau kasai
itu adalah ajang untuk membersihkan diri dari dosa, bukannya bikin dosa.
B.
Keistimewaan
Balimau Kasai merupakan acara adat yang mengandung
nilai sakral yang khas. Wisatawan yang mengikuti acara ini bisa menyaksikan
masyarakat Kampar dan sekitarnya berbondong-bondong menuju pinggir sungai
(Sungai Kampar) untuk melakukan ritual mandi bersama. Sebelum masyarakat
menceburkan diri ke sungai, ritual mandi ini dimulai dengan makan bersama, yang
oleh masyarakat sering disebut makan majamba. Pesta makan ini dihadiri
oleh para pemuka masyarakat, pemuka agama, pejabat pemerintah, masyarakat umum,
serta diramaikan oleh para tetua adat (kepala batin) yang menggunakan
atribut kesukuan (tonggak tonggol) yang telah berumur puluhan tahun.
Setelah itu, menjelang petang, upacara dimulai dengan
cara memandikan tokoh masyarakat, tokoh adat, pejabat pemerintah, serta pemuka
agama di pinggir Sungai Kampar. Proses memandikan para tokoh ini kemudian
diikuti oleh masyarakat umum dengan cara menceburkan diri ke dalam sungai
secara beramai-ramai. Setelah itu para pemimpin berjabat tangan dengan
masyarakat sebagai ungkapan permohonan saling memaafkan. Selain itu, di dalam
ritual ini wisatawan juga dapat menyaksikan rangkaian acara Balimau Kasai,
seperti lomba sampan hias, pementasan orgent tunggal, festival kesenian
tradisional, dan pementasan musik dangdut.
Mandi Balimau Kasai juga merupakan momentum untuk
menjalin silaturrahmi dan acara saling maaf memaafkan dalam rangka menyambut
tamu agung yaitu Syahru Ramadan Syahrus Siyam, jadi bukanlah sebuah keyakian
yang memiliki dalil naqli secara qat’i. tapi ini lebih kepada sebuah adat
yang bersendikan syara’ (Syariat Islam) syara’ bersandikan Kitabullah yang
secara filosifisnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Tradisi ini merupakan hal yang tergolong urgen dan sakral. Sebelum memasuki bulan puasa atau sebelum magrib, anak kemenakan dan menantu atau juga yang tua serta murid akan mendatangi orang tua, mertua, mamak (paman), kepala adat, atau guru ngaji mereka datang dalam rangka meminta maaf menjelang masuk bulan suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar