Keberadaan
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara
merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. HKI juga merupakan sesuatu yang given
dan inheren dalam sebuah masyarakat industri atau yang sedang mengarah
ke sana. Keberadaannya senantiasa mengikuti dinamika perkembangan masyarakat
itu sendiri. Begitu pula halnya dengan masyarakat dan bangsa Indonesia yang mau
tidak mau bersinggungan dan terlibat langsung dengan
masalah HKI.
Sebagai konsekuensi dari keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO
(World Trade Organization) mengharuskan Indonesia menyesuaikan segala
peraturan perundangannya di bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan standar TRIP's
(Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang dimulai
sejak tahun 1997 dan diperbaharui kemudian pada tahun 2000 dan tahun 2001.
Secara sederhana kekayaan intelektual merupakan kekayaan yang timbul atau
lahir dari kemampuan intelektual manusia. Karya-karya yang timbul atau lahir
dari kemampuan intelektual manusia dapat berupa karya-karya di bidang
teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya-karya tersebut dilahirkan
atau dihasilkan atas kemampuan intelektual manusia melalui curahan waktu, tenaga,
pikiran, daya cipta, rasa dan karsanya. Hal tersebut yang membedakan kekayaan
intelektual dengan jenis kekayaan lain yang juga dapat dimiliki oleh manusia
tetapi tidak dihasilkan oleh intelektualitas manusia. Sebagai contoh, kekayaan
alam berupa tanah dan atau tumbuhan yang ada di alam merupakan ciptaan dari
sang Pencipta. Meskipun tanah dan atau tumbuhan dapat dimiliki oleh manusia
tetapi tanah dan tumbuhan bukanlah hasil karya intelektual manusia.
Kekayaan atau aset berupa karya-karya yang dihasilkan dari pemikiran atau
kecerdasan manusia mempunyai nilai atau manfaat ekonomi bagi kehidupan manusia
sehingga dapat dianggap juga sebagai aset komersial. Karya-karya yang
dilahirkan atau dihasilkan atas kemampuan intelektual manusia baik melalui
curahan tenaga, pikiran dan daya cipta, rasa serta karsanya sudah sewajarnya
diamankan dengan menumbuhkembangkan sistem perlindungan hukum atas kekayaan
tersebut yang dikenal sebagai sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI
merupakan cara melindungi kekayaan intelektual dengan menggunakan
instrumen-instrumen hukum yang ada, yakni Hak Cipta, Paten, Merek dan Indikasi
Geografis, Rahasia Dagang, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
dan Perlindungan Varietas Tanaman.
HKI merupakan hak privat (private rights) bagi seseorang yang
menghasilkan suatu karya intelektual. Di sinilah ciri khas HKI, seseorang bebas
untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak.
Hak ekslusif yang diberikan negara kepada individu pelaku HKI (inventor,
pencipta, pendesain dan sebagainya) dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil
karya (kreativitas)nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut
mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan
masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping itu, sistem HKI
menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk
kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau hasil
karya lainnya yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi
yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal
untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan
nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Adapun tujuan perlindungan kekayaan intelektual melalui HKI secara umum
meliputi:
1.
Memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan dengan
inventor, pencipta, desainer, pemilik, pemakai, perantara yang menggunakannya,
wilayah kerja pemanfaatannya dan yang menerima akibat pemanfaatan HKI untuk
jangka waktu tertentu;
2.
Memberikan penghargaan atas suatu keberhasilan dari usaha atau upaya
menciptakan suatu karya intelektual;
3.
Mempromosikan publikasi invensi atau ciptaan dalam bentuk dokumen HKI
yang terbuka bagi masyarakat;
4.
Merangsang terciptanya upaya alih informasi melalui kekayaan
intelektual serta alih teknologi melalui paten;
5.
Memberikan perlindungan terhadap kemungkinan ditiru karena karya
intelektual karena adanya jaminan dari negara bahwa pelaksanaan karya
intelektual hanya diberikan kepada yang berhak.
Prinsip-prinsip
Hak Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip Ekonomi, yakni hak intelektual
berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang
diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan keuntungan kepada
pemilik yang bersangkutan.
2.
Prinsip keadilan, yakni di dalam
menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari
kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang akan
mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3.
Prinsip kebudayaan, yakni perkembangan
ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia
4.
Prinsip sosial (mengatur kepentingan
manusia sebagai warga negara), artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah
diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan sehingga perlindungan
diberikan bedasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.
Berdasarkan WIPO hak atas kekayaan intelaktual dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu hak cipta (copyright)
, dan hak kekayaan industri (industrial
property right). Hak kekayaan industry (industrial
property right) adalah hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik
perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum. Hak kekayaan industry
(industrial property right)
berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri
Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi:
1.
Paten
2.
Merek
3.
Varietas tanaman
4.
Rahasia dagang
5.
Desain industri
6.
Desain tata letak sirkuit terpadu
Dasar hukum
Hak Kekayaan Intelektual, yaitu:
1.
UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2.
UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
(Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
3.
UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan
atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987
Nomor 42)
4.
UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan
atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun
1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29).
Fungsi Hak
Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut:
1.
Mencegah pihak ketiga untuk
mengeksploitasi suatu hasil karya tanpa ijin pemegang hak untuk jangka waktu
tertentu.
2.
Memberikan kesempatan pada pemegang hak
untuk menyebarluaskan hasil karyanya tanpa khawatir akan kehilangan kendali
terhadap hasil karyanya tersebut.
3.
Mendorong kreativitas dan inovasi
berikut pemasaran yang terkendali
4.
Melindungi konsumen.
Sedangkan
sifat-sifat dari Hak Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut:
1.
Mempunyai Jangka Waktu Tertentu atau Terbatas
Apabila
telah habis masa perlindungannya ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi
milik umum, tetapi ada pula yang setelah habis masa perlindungannya dapat
diperpanjang lagi, misalnya hak merek.
2.
Bersifat Eksklusif dan Mutlak
HKI yang
bersifat eksklusif dan mutlak ini maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan
terhadap siapapun. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HaKI mempunyai suatu hak
monopoli, yaitu pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan haknya dengan
melarang siapapun tanpa persetujuannya untuk membuat ciptaan atau temuan
ataupun menggunakannya.
Kasus yang terkait dengan Hak
Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut:
1.
Begawan Solo dijiplak negara tetangga
Sejak presiden Soekarno hingga
presiden SBY kasus pelenggarakan hak cipta atas lagu-lagu karya musisi
Indonesia tidak henti-hentinnya mendera Negara Indonesia, siapa lagi kalau
bukan negara Malaysia yang menjiplak lagu-lagu milik kita. Tahun 1960 lalu, salah
satu lagu ciptaan Gesang yang sangat terkenal, yakni ‘Bengawan Solo’ pernah
dijiplak oleh Malaysia dengan judul lagu ‘Main Cello’. Irama, nada dan tempo
lagu tersebut sama dengan lagu ‘Bengawan Solo’, hanya saja syair dan judulnya
yang diubah. Tidak hanya lagu-lagu karya musisi Indonesia saja yang dijiplak,
ada beberapa asset budaya Indonesia lain yang dklaim Malaysia, seperti Reog
Ponorogo, Batik Solo, Angklung Sunda, serta Wayang Kulit dari Jawa Tengah.
Polemik penjiplakan lagu karya
Gesang oleh Malaysia baru selesai ketika Presiden Soekarno, kala itu turun
tangan langsung. Bung Karno sengaja mengundang pihak Malaysia di sebuah acara
perlombaan olahraga di Senayan. Di situ lagu Bengawan Solo dimainkan dan Gesang
juga menyaksikannya langsung. Dengan melihat itu, Malaysia baru mengakui, kalau
lagu itu adalah karya Gesang, musisi Indonesia.
2.
Pembajakan Software
Dewasa ini kasus pembajakan software di indonesia terus meningkat
seiring dengan meningkat SDM para pengguna softwarenya.
Dalam hal ini SDM pengguna software
memang meningkat, tapi bukan berati kesadaran untuk menghargai hak cipta
kekayaan intelektual juga meningkat, SDM yang meningkat adalah SDM yang
digunakan untuk bajak membajak, SDM untuk melakukan crack pada software-software yang dibuat oleh penciptanya. Terkadang Seorang lulusan
sarjana komputer atau informatika pun juga hoby bajak membajak.
Berdasarkan laporan Business Software Alliance (BSA) dan
International Data Corporation(IDC) dalam Annual Global Software Piracy Study 2007, Indonesia adalah negara terbesar ke-12
di dunia dengan tingkat pembajakan software.
Persentasenya cukup mengkhawatirkan yakni mencapai 84 persen. Misalnya dari 100
komputer yang diteliti, sebanyak 84 buah diantaranya menggunakan softwer ilegal.
Fenomena ini sangat menyedihkan karena pembajakan ini mematikan kreasi dan
industri software itu sendiri.
Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 300 perusahaan yang bergerak di sektor
Teknologi Informasi (TI). Dari jumlah itu, hanya 10 perusahaan lokal yang
bergerak di industri software,
sisanya lebih banyak berkecimpung diluar software,
misalnya perusahaan sistem integrasi dan service dan perusahaan distributor
produk hardware. Software mereka di
bajak dan dijual dengan harga sekitar 4-5 dolar dipasaran, bahkan perangkat
lunak yang sudah dijual dengan harga 5 dolar pun masih dibajak dan dijual
dengan harga dua 2 dolar saja. Banyaknya pembajakan ini juga telah menghapus
kesempatan untuk meningkatkan pendapatan industri lokal senilai 1,8 miliar
dolar serta menyebabkan rendahnya kreativitas di industri bidang software ini.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar